Rokan Hilir, Riau, Hajarnews.com — Kondisi Sekolah Dasar Negeri (SDN) 006 Raja Bejamu di Kecamatan Sinaboi, Kabupaten Rokan Hilir, memantik keprihatinan publik. Lantai ruang kelas tampak retak, sebagian kursi belajar goyah dan banyak di antaranya tanpa sandaran. Sementara itu, proses belajar-mengajar tetap berlangsung di tengah kondisi yang jauh dari kata layak.

Yang lebih mengejutkan, ketika awak media menanyakan kepada Nuzulina, Kepala Sekolah yang disebut telah menjabat hampir satu dekade, mengenai kapan terakhir kali pihak sekolah melakukan pemeliharaan mobiler, jawabannya terkesan santai dan tidak mencerminkan keseriusan menghadapi persoalan tersebut.
“Kalau untuk pemeliharaan kursi, kita lakukan tergantung kebutuhan sekolah,” ujar Nuzulina, Kamis (23/10/2025), dengan nada datar.
Pernyataan tersebut menimbulkan tanda tanya besar. Sebab, berdasarkan pantauan di lapangan, hampir seluruh ruang kelas mengalami kerusakan pada kursi, meja, hingga lantai. Para siswa dan orang tua murid mengaku telah berulang kali menyampaikan keluhan, namun hingga kini belum ada perbaikan berarti.
“Anak saya belajar di kursi tanpa sandaran, bahkan kadang harus berdiri kursinya sudah goya. Kami heran, ke mana dana BOS yang seharusnya bisa memperbaiki itu?” keluh seorang wali murid yang enggan disebut namanya.
Ketika ditanya lebih jauh mengenai rapat pembahasan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) serta apakah kondisi mobiler sekolah pernah menjadi topik pembahasan, sang kepala sekolah justru memberikan jawaban yang tidak menjawab substansi pertanyaan.
“Izin pak, untuk keterangan itu dua hari ini kita sedang dalam proses audit BPK,” jawab Nuzulina singkat.
Jawaban tersebut semakin menimbulkan kecurigaan publik bahwa ada persoalan yang lebih serius terkait pengelolaan dana sekolah, khususnya Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang selama ini menjadi sumber utama pembiayaan perawatan fasilitas pendidikan.
Menanggapi hal itu, Rudi Hartono, Ketua Tim Informasi dan Data DPD KPK Independen Kabupaten Rokan Hilir, menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap penggunaan dana BOS agar tidak disalahgunakan.
“Kalau memang benar sekolah sedang diaudit oleh BPK, harapan kami proses itu dilakukan secara profesional dan transparan. Kuat dugaan kami, ada penyelewengan dana BOS selama hampir sepuluh tahun terakhir. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat belajar yang nyaman justru dibiarkan terbengkalai. Bagaimana anak-anak bisa berprestasi kalau mereka belajar di ruang kelas yang rusak dan tanpa buku pelajaran?” tegas Rudi dengan nada geram.
Pernyataan tersebut menyoroti lemahnya pengawasan internal di lingkungan sekolah serta kemungkinan adanya penyimpangan dalam pengelolaan anggaran.
Pendidikan seharusnya menjadi prioritas utama bagi setiap pemangku kepentingan, terutama bagi kepala sekolah yang memiliki tanggung jawab moral dan administratif atas keberlangsungan kegiatan belajar mengajar. Namun, realita di SDN 006 Raja Bejamu justru menunjukkan wajah buram dunia pendidikan di daerah.
Warga berharap audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) benar-benar membuka fakta yang sebenarnya , apakah kerusakan fasilitas di sekolah itu murni akibat keterbatasan anggaran, atau justru akibat kelalaian dan lemahnya pengelolaan keuangan oleh pihak sekolah.
Sebagai institusi pendidikan negeri yang telah berdiri lama, SDN 006 Raja Bejamu seharusnya menjadi tempat tumbuhnya generasi penerus bangsa, bukan simbol kelalaian birokrasi pendidikan. Kini, publik menunggu hasil audit BPK dan langkah tegas dari Dinas Pendidikan Rokan Hilir terhadap dugaan penyimpangan dana yang telah lama menjadi bisik-bisik di masyarakat.
Pewarta: Adi Riswanto






